Selamat datang ke dunia anakku.. Sungguh hari ini adalah hari yang membahagiakan bagi kami. Setelah 1 tahun menikah akhirnya kami dikaruniai seorang anak laki – laki yang lucu. Sudah cukup lama sekali tidak menuliskan apapun di blog ini dikarenakan banyaknya kesibukan kantor dan dirumah. Terkadang banyak draft yang tidak terselesaikan juga sehingga terbengkalai sampai sekarang. Tapi kali ini saya akan menceritakan sedikit tentang kelahiran anak kami. Yang ini juga menjadi pembuka kembali blog yang sudah mati suri ini.
Sabtu, 8 April 2017. Merupakan hari yang penuh kebahagiaan. Selama 9 bulan istri saya berjuang kini si kecil sudah melihat dunia. Penantian panjang yang disertai rasa was was. Kenapa tak kunjung hamil? Penuh pertanyaan dalam diri bahkan istri pun sampai kepikiran dengan pertanyaan yang tak kunjung habis – habisnya. Sudah isi kah? Allah memang memberikan ujian yang berbeda – beda kepada makhluknya termasuk kami. Namun kami juga mencoba untuk bersabar hingga Alhamdulillah kami telah dikaruniai seorang anak.
Butuh perjuangan bagi istri saya hidup di daerah yang cukup sepi dikarenakan mengikuti saya yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di daerah. Tempat kami merantau bukan kota besar. Hanya sebuah desa kecil yang tak sebesar kampung tempat kami dilahirkan. Terbatasnya sumber daya membuat saya dan istri berjuang lebih ekstra terutama saat – saat dia hamil.
Syukurlah tak banyak hal yang diinginkannya saat mengidam. Mungkin si kecil tahu, jangankan cari makanan yang aneh – aneh (biasanya kalau orang mengidam suka seperti itu) yang sering dijumpai saja kadang out of stock alias habis bro. Sampai pernah juga tidak ada stok sayur di pasar. Hanya ada beberapa sawi yang sudah mulai layu dan daun singkong. Apa harus makan itu tiap hari?
Kembali soal si kecil. Kita kembali waktu dia berumur 3 bulan di dalam kandungan. Adalah waktu pertama kali kami melihatnya. Saat istri positif hamil kami belum pernah melakukan USG. Karena ya itu kami di daerah terpencil. Ada rumah sakit saja sudah syukur Alhamdulillah. Saat itu sudah 100% dokter bilang anak kami laki- laki. Sudah jelas terlihat (maaf) titit-nya kata dokter. Sungguh bahagia sekali kalau anak laki – laki bisa alasan beli mainan sambil jual nama anak (padahal ayahnya yang pengen) ujar saya.
Mual muntah pusing sudah menjadi rutinitas istri saya selama hamil. Di rumah sendiri tanpa orang tua dan teman kadang menambah stres. Tapi syukurlah dia bisa bertahan selama itu.
Menginjak 6 bulan kandungannya adalah waktu yang cukup untuk melakukan penerbangan. Kebetulan saya ada dinas keluar kota saat itu. Akhirnya demi memenuhi keinginannya yaitu mengidam nonton bioskop. Akhirnya kami pun berangkat ke Jakarta.
Sungguh memang dia adalah istri yang kuat. Selama perjalanan di Jakarta hampir tak ada waktu tanpa berjalan kaki. Demi mengurus surat ijin terbangnya kembali ke Tarakan lagi. Kebetulan kami menggunakan maskapai Garuda Indonesia. Sehingga tidak terlalu sulit karena di Jakarta terdapat Garuda Sentra Medika yang memang milik maskapai tersebut. Namun karena sulitnya angkutan akhirnya kami harus berjalan kaki sejauh 1 km dari Garuda Sentra Medika ke Garuda Counter. Memang tidak jauh tapi saat itu istri sedang hamil. Ya tahulah bagaimana rasanya hamil – hamil bawa bayi dalam perut terus jalan kaki jauh – jauh.
Sudah itu kami jalan lagi ke Seaworld Ancol dan lagi – lagi kamu jalan kaki di dalam. Dan tempatnya cukup jauh juga. Pulangnya karena banyak yang mau di kunjungi di sana kami jalan kaki lagi dari pusat perbelanjaan ke hotel. Saya khawatir saja dia pingsan. Tapi Alhamdulillah diberikan kekuatan dan kesehatan hingga pulang ke Tarakan.
Setelah menginjak 7 bulan biasanya adat Jawa mengadakan acara mitoni atau 7 bulanan tersebut. Atau istilah kampungnya Baby Shower (Lho?). Dengan mengundang keluarga dan kerabat dekat. Setelah acara tersebut. Ibu meminta agar istri tinggal di Tarakan saja. Biar saya yang bolak balik dari Tideng Pale ke Tarakan. Akhirnya sejak bulan Februari sampai sekarang (Juni) saya tinggal sendirian di Tideng Pale.
Tapi tak mengapa karena ini demi istri juga. Sambil itu juga saya mengurus cuti hingga mendekati hari H kelahiran anak kami. Kecemasan mulai muncul. Kalender perhitungan HP sudah mendekati titiknya. HPL dari dokter pun yaitu tanggal 4 April sudah tiba namun sedikitpun istri belum merasakan adanya tanda – tanda. Kamipun cemas. Istri mulai tak karuan. Ada apa ini? Kenapa lama keluar apakah ada yang salah dari kami?
Hari demi hari berlalu aplikasipun sudah menunjukan waktu minus yang artinya sudah melewati perkiraan lahirnya. Namun dari bu bidan menyatakan HPLnya tanggal 7 April 2017. Tunggu dan menunggu kecemasan mulai muncul. Khawatir tidak dapat lahir secara normal seperti keinginan istri. Akhirnya tiba saatnya istri mulai kontraksi sedikit demi sedikit. Sebelumnya beberapa bulan hingga mendekati lahir kami selalu rutin jalan kaki seperti saran dokter. Kebetulan calon bayi kami telilit tali pusar 1 kali. Tapi saran dokter banyakin jalan katanya. Ya jalan – jalan ke Jakarta salah satunya.
Akhirnya Sabtu dini hari istri sudah tidak sanggup lagi. Karena kontraksi mulai kencang. Kamipun bawa ke bidan saat itu (kenapa pilih bidan? Nanti di bahas di artikel selanjutnya). Setelah diperiksa bu bidan. Sudahmulai bukaan 3. Alhamdulillah sebelumnya masih bukaan 2 di tanggal 7. Dia pun dirutinkan jalan keliling keliling rumah di dalam rumah bidan. Sebelumnya, karena sudah mau lahiran kami diminta untuk menginap di rumahnya yang kebetulan ada tersedia tuang rawat inap untuk pasien.
Kontraksinya mulai terasa sedikit demi sedikit. Hanya saya dan ibu yang menemaninya menahan rasa sakit itu sungguh sulit. Saya lihat sendiri bagaimana perjuangannya dari bukaan 3 ke 5 pada sekitar pukul 9.00 pagi. Rasa sakitnya makin menjadi – jadi. Katanya sakit di pinggang dan perut mules. Tidak bisa dibayangkan bagaimana sakitnya. Sampai terus – terusan minta di gosok punggungnya karena memang sakit sekali. Sesekali bidan memeriksa kondisinya dan melihat ‘jalan keluar’ si jabang bayi. Karena anak pertama memang agak sakit untuk persalinan normal. Perkiraan bu bidan antara jam 11 sampai jam 1 siang lahir sudah bahkan sebelum jam 1 sudah lahir.
Waktu terus berjalan, sakit makin bertambah. Hingga akhirnya sekitar pukul 11 mulai kencang rasa sakitnya. Kemudian dibawalah masuk ke ruang bersalin. Di sana saya melihat sendiri bagaimana perjuangan seorang istri yang akan menjadi ibu melahirkan anaknya dengan seluruh tenaganya. Itulah kenapa surga itu ditelapak kaki ibu. Membayangkan sakitnya cukup luar biasa. Saya dan ibu saya memotivasinya memberikan semangatnya agar tidak habis tenaga yang dikeluarkan. Bidan juga mengatur bagaimana manajemen tenaga yang keluarkan hingga anak itu lahir tanpa harus kehilangan tenaga. Banyak kasus yang terjadi sang ibu tidak sanggup mengejan hingga akhirnya harus dilakukan operasi. Alhamdulillah dalam waktu yang tidak cukup lama dikarenakan kondisi ketuban yang bagus dan bayi juga sehat. Sehingga pada pukul 12.40 dia lahir ke dunia. Meneriakkan tangisan pertamanya dan merasakan pelukan ibunya untuk pertama kalinya. Memang seorang bayi harus dipeluk oleh ibunya beberapa saat setelah dilahirkan untuk menyatukan kontak batin mereka.
Rasa haru pun muncul saat itu terlebih saat mengadzaninya sampai tak sanggup rasanya berkata – kata karena masih terharu melihat dia lahir. Ya Allah saya sudah jadi Ayah sekarang. Karena persalinan normal istri saya langsung dibawa ke kamar inap saja yanpa banyak ini itu. Si bayi disinari dahulu beberapa saat kemudian baru bisa dibawa ke kamar untuk dirangsang minum ASI. Meski ASI belum keluar tapi kata bidan dibiarkan saja si kecil merangsang keluarnya ASI tersebut sampai memang dia nangis tak henti – henti barulah diberikan sedikit susu formula. Tak perlu menunggu lama. Setelah semalam rawat inap besoknya sudah bisa pulang ke rumah. Menatap cahaya langit di luar sana.
Sekarang dia sudah menginjak 2 bulan 2 minggu sudah mulai mengoceh dan goyang – goyang sendiri. Tak sabar ayahmu menunggu kau besar nak. Biar bisa battle sama ayah main Xbox di rumah.